Studi Keamanan Internasional

Studi Keamanan merupakan salah satu sub kajian dalam Ilmu HI yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan keamana, baik keamanan Negara maupun keamanan manusia. Pasti banyak dari temen-temen yang bertanya “Apa sih pentingnya kita mempelajari ini?” jawabannya adalah karena keamanan ini merupakan indikator utama yang dibutuhkan oleh Negara.

Keamanan dibagi menjadi dua, yaitu traditional security dan juga non-traditional security. Traditional security melihat keamanan sebagai keamanan Negara. Akan tetapi, non-traditional security melihat keamanan tidak hanya sebatas keamanan Negara, tapi juga keamanan warga Negara. Karena menurut keamanan non-tradisional, ancaman bukan hanya datang dari militer tapi juga berasal dari ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan dan juga isu-isu nonmilitary aspect lainnya. 

Di mata kuliah ini, kita bakalan nge-review asumsi teori-teori besar seperti realism, liberalism, dan juga konstruktivisme yang udah kita pelajari di semester sebelumnya, untuk melihat pandangan mereka terhadap keamanan khususnya keamanan Negara. Setelah itu kita juga bakal ngebahas materi-materi seperti Studi Perdamaian, Perang, Senjata Pemusnah Massal, Perdagangan Senjata, Intervensi Kemanusiaan dan juga Strategi Pertahanan Negara.

A.    Sekuritisasi

Sekuritisasi dapat didefinisikan sebagai proses di mana seorang aktor menyatakan isu tertentu, dinamis atau aktor menjadi ‘ancaman eksistensial’ untuk objek referensi tertentu. Jika diterima seperti itu oleh audiens yang relevan, ini memungkinkan penangguhan politik normal dan penggunaan tindakan darurat dalam menanggapi krisis yang dirasakan itu.

Bagaimana suatu isu dapat di sekuritisasi? Apabila Negara tidak mengatasi masalah, dan masalah ini tidak termasuk dalam debat public, maka audiens mempolitisasi masalah tersebut (masalah ini dikelola dalam sistem politik standar). Lalu barulah isu tersebut dibingkai sebagai pertanyaan keamanan melalui tindakan sekuritisasi (sekuritisasi).

Sekuritisasi dilakukan melalui speech act. Speech Act dapat menentukan respons  publik terhadap isu yang disekuritisasi dan keberhasilannya ditentukan oleh bahasa yang digunakan aktor sekuritisasi. Referent object merupakan objek yang akan terancam jika isu yang disekuritisasi tidak disikapi secara serius. Hal-hal yang terancam oleh existential threat serta memiliki klaim yang sah terhadap kelangsungan hidupnya (negara, pemerintah, teritorial , masyarakat)

Sekuritisasi dilakukan oleh negara merupakan teknik yang digunakan negara dengan menggunakan tekanan kekerasan yang dihasilkan atas ketakutan masyarakat. Ketergantungan terhadap realitas politik membuat sekuritisasi tidak bisa lepas dari konstetasi kekuatan dan berdampak pada  penyalahgunaan serta memunculkan pertanyaan terhadap isu keamanan yang sebenarnya (perluasan keamanan).[1]

B.     Studi Perdamaian

Apa sih studi perdamaian itu? Studi Perdamaian merupakan kajian multidisiplin yang berfokus pada Pengurangan dan penghapusan perang, mengontrol kekerasan, dan resolusi konflik dengan cara damai; serta definisi perdamaian itu sendiri. Studi perdamaian, secara terbuka menyatakan komitmen terhadap non-kekerasan, atau  realisasi ‘perdamaian dengan cara damai’.[2]

Studi perdamaian tidak bertujuan untuk menghilangkan semua konflik, akan tetapi berupaya mengembangkan jalan baru untuk kerja sama, serta mengurangi secara signifikan (dan akhirnya menghilangkan) kekerasan, terutama kekerasan yang didukung oleh negara yang terorganisir dan semakin destruktif.

Johan Galtung yang merupakan bapak studi perdamaian mendefinisikan perdamaian menjadi dua bentuk, yaitu perdamaian positif dan juga negatif. Perdamaian positif bersifat non-coercive, perdamaian positif dapat dikatakan sebagai tingkat perdamaian tertinggi yaitu peace by peaceful means. Menurut Galtung, dalam kondisi perdamaian yang positif, harus ada hubungan yang baik dan adil dalam semua aspek kehidupan, baik sosial, politik, ekonomi, bahkan ekologi. Oleh karena itu, tidak adanya kekerasan struktural seperti kemiskinan dan kelaparan, dan kekerasan sosial budaya. Singkatnya, perdamaian positive adalah keadaan ketika seluruh lapisan yang ada di masyarakat menyatu dan bersatu padu, tidak ada perbedaan pendapat, pertengkaran, dan juga upaya untuk menjatuhkan satu sama lain. Keadaan inilah yang di katakana dengan keadaan damai yang sebenarnya.[3]

Berbeda dengan perdamaian positif, perdamaian negatif adalah perdamaian yang ditandai dengan tidak adanya konflik antara dua pihak atau lebih yang berusaha mencapai kepentingannya sendiri, tidak adanya asimetri ketakutan, dan tidak adanya benturan kepentingan. Perdamaian ini juga dapat disebut dengan the absence of violence absence of war dan peace not always by peaceful means. Karena perdamaian disini hanya sebatas keadaan ketika tidak adanya kekerasan dan juga perang, akan tetapi cara untuk mendapatkan perdamaian itu tidak selalu dilakukan dengan cara damai.

C.    Konsep Perang

Sebelum membahas mengenai konsep perang, penting bagi kita mengetahui apa yang dimaksud dengan perang. Perang didefinisikan sebagai penggunaan kekerasan yang terorganisasi yang dilakukan oleh satu unit politik terhadap politik lain (Bull, 1977). Atau, penggunaan kekerasan yang terkoordinasi dan berkelanjutan antar organisasi (unit) politik (Levy dan Thompson, 2010).

Selain itu, hal-hal apa saja yang menjadi asumsi dasar perang? Ada beberapa hal yang menjadi asumsi dasar perang. Diantaranya adalah penerimaan terhadap sistem internasional yang anarki, sifat dasar manusia untuk menguasai, karna perang dianggap tidak dapat dihindari, perang sebagai symbol kejayaan Negara, sebagai alat untuk mempertahankan kepentingan nasional dan eksistensi Negara dsb,.

Perang atau konflik diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu; perang konvensional, perang nuklir dan juga perang asimetris. Sedangkan menurut Collerates of War perang dibedakan menjadi inter-state wars, extra-state war dan juga intra-state war.

Biasanya, hal apa saja yang menyebabkan terjadinya perang? Biasanya perang terjadi akibat kepentingan suatu Negara atau kelompok. Baik justifikasi ideal (kepentingan yang sangat penting akan tetapi  tidak dapat diukur seperti ideology, etnis, ras, agama) maupun justifikasi material (kepentingan yang dapat diukur, seperti wilayah, kekuatan militer, SDA / sumber energy, perbatasan dsb,.)

Lalu, apa perbedaan perang konvensional dan perang asimertis atau perang generasi keempat? Apabila perang konvensional terjadi antara pihak yang sama-sama kuat, perang konvensional ini terjadi antara pihak yang lemah melawan pihak yang lebih kuat. Selain itu, medan tempurnya tidak jelas, sulit membedakan antara kombatan dan non-kombatan serta tidak ada penghormatan dalam HHI. Biasanya perang asimetris ini menggunakan strategi seperti terorisme dan perang grilya. Perang jenis ini sulit diselesaikan oleh HHI karena semakin kaburnya batas-batas norma perang.

Selain itu ada juga perang nuklir yang mana perang ini menggunakan nuklir sebagai alat pertahanannya. Karna dampak dari nuklir ini sangat negative, maka banyak Negara yang berlomba-lomba menjadikannya sebagai alat pertahanan Negara.

D.    Senjata Pemusnah Massal dan Perdagangan Senjata

Senjata pemusnah massal atau weapons of mass destruction (WMD), adalah senjata yang dirancang untuk menyerang ataupun membunuh manusia dalam skala besar dan beberapa tipenya dianggap memberi pengaruh psikologis. Contoh dari WMD ini adalah nuklir dan senjata biologis.[4]

Banyak Negara mengembangkan WMD sebagai media pertahanan Negara, untuk mencegah perang dan juga bisa dijadikan instrument untuk mendapatkan prestise. Walaupun senjata ini sulit untuk diakses.

Sebenarnya, sudah ada reaty yang membahas peraturan-peraturan mengenai WMD ini, akan tetapi banyak Negara yang tidak mau meratifikasinya. Oleh sebab itu terjadilah diplomasi bilateral yang membahas mengenai arm control dan juga disarmament control.

Sedangkan, senjata konvensional merupakan senjata yang tidak masuk kategori WMD seperti;  pistol, rudal, tank, pesawat tempur dan kendaraan lapis baja lainnya. Yang mana, senjata ini dapat diperjual-belikan. Senjata jenis ini bisa dimiliki oleh Negara dan juga non Negara seperti individu ataupun kelompok.

Senjata konvensional sebenarnya lebih berbahaya, dibandingkan WMD karena mudah untuk diakses dan hamper 90% kerusakan disebabkan oleh senjata ini, termasuk dalam peningkatan jumlah kematian.

E.     Intervensi Kemanusiaan

Sebelum membahas mengenai intervensi kemanusiaan, kita harus mengenal bentuk-bentuk intervensi, yaitu; intervensi kemanusiaan, intervensi diversif, intervensi buti, opportunistic intervention, dan juga intervensi invansi.

Intervensi kemanusiaan adalah campur tangan suatu Negara kepada Negara lain dalam hal kemanusiaan yang tidak hanya berupa hard power tapi juga bisa dengan cara lain.

Jika Negara tidak mampu melindungi warga negaranya, maka menurut responsibility to protect Negara tersebut tidak lagi memiliki kedaulatan. Karena Negara bertanggung jawab melindungi HAM warganya, apabila tidak bisa maka kedaulatan Negara dicabut dan tanggungjawab tersebut beralih kepada masyarakat internasional.

Kenapa intervensi ini muncul? Hal ini terjadi tidak terlepas dari berbagai konflik yang terjadi pasca cold war dan karna prinsip kedaulatan menghalangi PBB dalam melindungi HAM dunia.

F.     Strategi Pertahanan Negara

Aspek pertahanan merupakan faktor yang terbilang penting dalam menjamin kelangsungan kehidupan bernegara. Tanpa memiliki pertahanan diri dari ancaman-ancaman dari dalam negeri ataupun luar negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya.

Pertahanan negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pertahanan Negara diselenggarakan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan membangun dan membina kemampuan dan daya tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman.[5]

Pada hakikatnya pertahanan negara merupakan segala upaya pertahanan yang bersifat semesta, yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran akan hak dan kewajiban seluruh warga negara serta keyakinan akan kekuatan sendiri untuk mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat dan bersatu.[6]

karnanya, setiap pemimpin Negara memiliki strateginya masing-masing dalam mempertahankan kedaulatan Negara. Sebagaimana yang dilakukan presiden pertama dan kedua Indonesia. Yang mana singkatnya pada masa orde lama pertahanan Indonesia masih berfokus pada pertahanan eksternal dan lebih offensive, sedangkan pada masa orde baru sudah mulai fokus pada pembangunan dan pengembangan serta pertahanan internal (defensive).

            Selagi mempelajari materi-materi ini, biasanya kita bakal dikasih tugas setiap minggunya. Tugas-tugas tersebut beraneka ragam bentuknya, seperti review jurnal, membuat essay, membuat makalah dan juga presentasi dan diskusi. Setelah itu kita diberikan UTS dan UAS sesuai dengan apa yang kita diskusikan dan pelajari.

Referensi

Collins, A. (2010). Contemporary Security Studies. Oxford: Oxford University Press.

Galtung, J. (1996). Peace by peaceful means: Peace and conflict, development and civilization. Oslo: Sage Publications.

Indonesia, D. P. (2008). Buku Putih Pertahanan Indonesia. Jakarta.

Umum, P. (2002). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara. Jakarta.

Williams, P. D. (2008). Security Studies ; An Introduction. New York: Routledge.