China merupakan salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia dengan wilayahnya yang sangat luas setelah Rusia dan Kanada dengan total penduduk 1,3 milyar jiwa. Selain memiliki sumber daya manusia yang sangat melimpah, China juga memiliki sumber daya alam yang sangat banyak sehingga untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan negaranya, pemerintah China perlu mengatur strategi untuk memberikan kemakmuran bagi rakyatnya dengan latar belakang komunisme nya yang memang negara lah yang harus mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya. Berdirinya Republik Rakyat China berdasarkan atas paham komunisme Karl Marx dipadukan dengan paham komunis Lenin yang kemudian disempurnakan oleh Mao Zedong. Ketiga pemikiran tersebut kemudian diintegrasikan dengan konsep ekonomi kapitalis versi China oleh Deng Xiaoping pada tahun 1980-an. (Silfiana, 2018) Dengan begitu China memiliki 4 dasar pemikiran ekonomi yaitu Marx, Lenin, Mao dan Deng.
Paham sosialisme adalah paham yang mengedepankan kepemilikan sosial dibandingkan kepemilikan pribadi, bahwa semua aspek ekonomi baik itu modal, sumber daya alam, alat-alat produksi dan lain sebagainya adalah milik negara dan digunakan untuk kepentingan negara. Ekonomi pasar sosialis adalah sistem pasar yang diatur oleh negara, dan peraturan tersebut biasanya adalah pengendalian harga. Semua saham dari semua perusahaan di negara tersebut didistribusikan ke setiap warga negara, setiap warga saat lahir akan menerima portofolio saham sehingga memperoleh hak pembagian dividen yang dihasilkan perusahaan, Ketika warga negara meninggal, saham tersebut dikembalikan ke pemerintah. Saham ini dapat diperdagangkan dengan saham lain namun tidak bisa dijual untuk mendapatkan uang tunai. Semua bank dinasionalisasi namun para pekerja dibebaskan untuk mengelola perusahaan sebagai jantung dari perekonomian. (Lubis, 2017)
Sistem pasar sosialis yang diimplementasikan China memang memberikan peningkatan pendapatan rakyat, namun juga ternyata hal tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan social-ekonomi antar penduduk baik penduduk antar kota dengan kota maupun antar penduduk kota dengan desa. Hal ini dikarenakan pemerintah China lebih memfokuskan pembangunannya di Kawasan timur China dengan membangun banyak zona ekonomi khusus setelah China memutuskan untuk bersaing di pasar global. Hal negatif lainnya adalah tidak adanya akuntabilitas dan transparansi para pejabat di China, praktek-praktek korupsi dan kolusi yang disebabkan koneksi yang baik dan khusus antara pejabat dengan orang-orang berpengaruh di China. (Lubis, 2017)
Lain hal dengan sosialisme, kapitalisme justru lebih mengedepankan kepemilikan individu yang dimana sangat mengagungkan para pemilik modal (borjuis) sebagai penggerak ekonomi dan pasar. Dalam dunia ekonomi, modal adalah hal yang sangat penting dan besar pengaruhnya karena pemilik modal bisa menguasai pasar serta menentukan harga untuk mencapai kestabilan pasar. (Rand, 1970). Ekonomi kapitalisme menekankan bahwa biarlah ekonomi berjalan dengansendirinya tanpa ada campur tangan pemerintah, karena nantinya akan ada invisible hand yang akan membawa perekonomian tersebut ke arah keseimbangan. Kapitalisme juga memberikan warganya keleluasaan untuk mengelola sumber daya dan kekayaan yang dimiliki oleh negara dengan syarat tidak adanya praktek monopoli di pasar. Karena menurut Adam Smith praktek monopoli akan merusak dan menghancurkan sistem perekonomian, maka dari itu Smith menganjurkan untuk meminimalisir peran negara dan memberikan kebebasan luas bagi para pelaku ekonomi untuk menggerakkan roda perekonomian. (Huda, 2016)
Pada saat Mao Zedong berkuasa, China sangat memerangi sistem kapitalisme dan ingin menghapuskan sistem kelas sosial. Sebelum revolusi China yang dipimpin Mao Zedong, sebagian besar tanah pertanian dikuasai oleh para tuan tanah, sedangkan masyarakat hanya bekerja sebagai petani yang bekerja kepada tuan tanah. Setelah revolusi China, Mao kemudian memberikan kesempatan bagi para kaum petani untuk memimpin langsung ekonomi di sektor pertanian dengan Partai Komunis China sebagai pengawalnya. Mao memprioritaskan pembangunan di desa-desa karena mayoritas rakyat China pada waktu itu bekerja di bidang pertanian. Dalam aspek politik Mao juga melibatkan kurang lebih sepertiga dari pemerintahannya yaitu orang-orang dari kaum proletar, kaum petani dan kaum pemodal terbatas, sebab Mao berkeyakinan bahwa pada masa awal-awal pembangunan negara butuh menggaet kekuatan modal namun tetap tunduk pada Partai Komunis China.
Kemudian pada masa Deng Xiaoping, Deng menganggap harus mengakhiri segala bentuk kegiatan politik yang dapat mengganggu stabilitas negara sehingga pembangunan ekonomi tidak bisa berjalan dengan maksimal. Deng juga sedikit demi sedikit merubah apa yang sudah ditetapkan oleh Mao seperti menghapuskan sistem upah dan keuntungan dibagi secara merata bagi para pekerja. Bagi Deng hal ini justru akan merugikan para investor dan diganti bahwa system pembagian hasil kerja adalah hak dari para pemodal. China juga membuka peluang asing untuk menanamkan modalnya untuk membawa China kepada perekonomian global, tujuannya adalah untuk untuk memperlancar kegiatan ekonomi dan memodernisasi melalui pengembangan teknologi dengan memprioritaskan modal dari investor asing. Terdapat 3 cara dalam meningkatkan masuknya investor asing ke China yaitu: Joint Venture yaitu kesepakatan bisnis untuk menjalin patungan antara negara sosialis dengan negara kapitalis; Counter Trade yaitu menunda pembayaran peralatan sampai hasil produksi terjual, hal ini untuk meningkatkan investasi asing dan alih teknologi; Zona Ekonomi Khusus pada masa Deng menempatkan beberapa Pelabuhan di China agar investor dapat terhindar dari pajak. (Akbar, 2011) Bagi China, pembangunan ekonomi menjadi kepentingan nasional paling penting. China mengakui bahwa pembangunan ekonomi adalah dasar suatu bangsa menjadi kuat dan makmur. Kepentingan ekonomi suatu negara merupakan kepentingan yang diperlukan untuk menjamin keberlangsungan hidup sebuah negara, dan untuk mencapainya dapat melakukan kerjasamadengan negara lain. (Fransiskus Danang Radityo, Gabriella Rara, Indah Amelia, Rifal Efraim, 2019)
Pada 1999 China terus melebarkan pengaruh ekonomi nya dengan mengembangkan kerjasama dengan Afrika. Ladang-ladang minyak di Sudan mulai dikuasai oleh China, menjadi investor minyak di Aljazair, Angola dan Nigeria pun tak luput dari sasaran investasi China di benua hitam tersebut dan tidak dipungkiri bahwa 30% kebutuhan minyak China berasal dari Afrika, hal ini karena China belum menemukan ladang minyak baru setelah ladang minyak di Daqing dan daerah pesisir China habis. Pembangunan dan industri China sangat membutuhkan dan bergantung pada impor bahan bakar energi hingga 2033, maka dari itu untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak, China mulai membangun reaktor-reaktor nuklir untuk bisa memenuhi kebutuhan sumber daya energi. (Qomara, 2015)
Awal abad ke-21 China mulai gencar untuk melakukan kesepakatan perdagangan regional. China berpendapatbahwa perdagangan di luar regional kawasan menjadi prioritas dalam perluasan distribusi ekspor produk dalam negeri. Hal ini diwujudkan dalam empat bentuk kerjasama dengan kawasan di luar Asia Timur, seperti China-Pakistan, China-Chile, China-ASEAN dan China-Selandia Baru. Peningkatan hubungan kerja sama ekonomi dengan negara-negara luar kawasan membuat China semakin menunjukkan eksistensi dalam mendominasi ekonomi global. Melalui Belt and Road Initiative, China relatif berhasil mengembangkan perdagangan dan memperluas wilayah ekspansi ekonomi. (Yoga Suharman, Sugiarto Pramono, 2021)

Dengan mulai mendominasinya ekonomi China di ranah global, hal ini membuat lawan dagang China yaitu Amerika Serikat terusik. Hal ini dikarenakan memang China sangat mudah untuk memberikan bantuan pinjaman kepada negara-negara berkembang khususnya untuk peningkatan infrastruktur, akan sangat berakibat fatal jika negara tersebut tidak bisa mengembalikan pinjaman tersebut ke China, seperti halnya Sri Lanka yang beberapa wilayah dan infrastrukturnya diambil alih pengelolaannya oleh China karena tidak bisa memenuhi pengembalian bantuan pinjaman. (Syahrin, 2018) China telah menjadi kekuatan yang sangat besar bahkan Amerika Serikat terpaksa harus membangun kerangka kerja konsultasi dengan China. Sejak Desember 2006, Amerika Serikat harus memutuskan untuk membentuk “G2” kedua dengan China setelah sebelumnya dengan Uni Soviet dalam wadah “US-China Strategic and Economic Dialogue”. Pertemuan tingkat tinggi ini diadakan setiap semester. Amerika Serikat secara implisit mengakui bahwa China adalah kekuatan kedua dunia, mungkin segera menyamai Amerika Serikat. (Antoine Brunet, Jean-Paul Guichard, 2020).
Kesimpulan
Ekonomi kapitalisme yang dipakai oleh China tidak sama dengan apa yang ada di negara barat, dikarenakan menurut penulis China memiliki sistem ekonomi kapitalisnya versi sendiri, hal ini tidak terlepas bahwa China masih menjunjung tinggi ideologi sosialis-komunis nya dalam kehidupan masyarakat dan politiknya. Apa yang sudah diciptakan oleh Deng sebenarnya hanya mengintegrasikan ekonomi kapitalis barat dengan nilai-nilai yang sudah dibangun oleh para pemikir pendahulunya baik itu Mao, Marx dan Lenin. Menurut penulis, Deng mengambil langkah tersebut untuk mengantisipasi gagalnya sistem ekonomi sosialisme dalam mempertahankan stabilitas ekonomi negara, sepertinya yang kita ketahui pada tahun 1980-an saat Deng mulai berkuasa, kiblat sosialisme China yaitu Uni Soviet mulai mengalami gejolak ekonomi dan berimbas pada pecahnya negara-negara satelit Uni Soviet dan akhirnya bubar pada tahun 1991. Deng telah mengantisipasi hal tersebut dengan baik dan melahirkan China menjadi salah satu negara dengan kekuatan dan dominasi ekonomi terbesar di dunia yang bersaing dengan Amerika Serikat.
DAFTAR PUSTAKA
Silfiana, D. (2018). Pembangunan Ekonomi China Berdasarkan Teori Deng Xiaoping Dan Konsep Tiga Perwakilan. Jurnal Hubungan Internasional Interdependence, 1066.
Lubis, F. H. (2017). Sosialisme Pasar Di Cina. Politika, 66.
Rand, A. (1970). Capitalism: The Unknown Ideal. New York: A Signet Book.
Huda, C. (2016). Ekonomi Islam dan Kapitalisme. Economica, 30.
Akbar, N. (2011). Transformasi Besar Cina, Dinamika Negara Dalam Kebangkitan Ekonomi. Yogyakarta: Jogja Media Utama.
Qomara, G. (2015). Kebangkitan Tiongkok dan Relevansinya Terhadap Indonesia. Jurnal Hubungan Internasional, 35-36.
Fransiskus Danang Radityo, Gabriella Rara, Indah Amelia, Rifal Efraim. (2019). Geopolitik Tiongkok Di Kawasan Asia Tenggara: Jalur Perdagangan (OBOR). Jurnal Asia Pasific Studies, 89.
Yoga Suharman, Sugiarto Pramono. (2021). Strategi Kebangkitan Ekonomi Tiongkok dan Pendekatan Long Cycle Transisi Kekuasaan Politik Dunia. Spektrum, 7-8.
Antoine Brunet, Jean-Paul Guichard. (2020). Memaknai Hegemoni Ekonomi Tiongkok. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Syahrin, M. N. (2018). China Versus Amerika Serikat: Interpretasi Rivalitas Keamanan Negara Adidaya di Kawasan Asia Pasifik. Jurnal Global Strategis, 157.