Dinamika Isu Hubungan Internasional Islam

Mata kuliah Dinamika Isu Hubungan Internasional Islam merupakan salah satu mata kuliah wajib yang ditempuh pada semester 6 program studi Hubungan Internasional UNIDA Gontor. Dalam mata kuliah ini kita akan mempelajari beberapa materi seperti HI di era Rasulullah, HI pasca Perang Dingin hingga kemunculan Gerakan Pan-Islamisme.

A.    HI Era Rasulullah

Ajaran islam memiliki dimensi yang sangat luas yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Karena islam sendiri merupakan agama penuh rahmat yang dapat memberikan solusi yang tepat. Cara pandang islam bisa memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di dunia, khususnya dalam interaksi domestic dan internasional. Melalui Islam, Allah SWT telah memberikan gambaran dan contoh dalam berbagai aspek. Tidak hanya terbatas pada fiqh dan aqidah saja, melainkan dalam hal ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya.

Islam menjadi Master Piece, yaitu selain merubah pola pikir dan kondisi umat, tetapi juga memberikan tauladan yang baik. Tauladan tersebut mencakup prinsip ajaran, perilaku, system kemasyarakatan, pemerintahan, termasuk pula urusan hubungan internasional. Dalam sejarah Islam, pola hubungan internasional banyak dilatarbelakangi oleh kepentingan dakwah dengan misi perluasan wilayah kekuasaan Islam dan juga pembebasan negara-negara yang berada di bawah hegemoni kekuasaan Romawi atau Persia. Dan dalam perkembangannya, pola hubungan internasional berkembang pada bentuk Kerjasama yag lebih luas seperti dalam bidang perdagangan, jalur transportasi darat dan laut, dan lain sebagainya.

Diantara aktivitas Rasulullah yang berkaitan dengan HI adalah dakwah. Dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah ke Bani Israil merupakan diplomasi untuk mengajak kaum musyrikin agar masuk islam. Dalam melakukan proses diplomasi tersebut, Rasulullah menggunakan sifat-sifatnya yaitu shidiq, Amanah, tabligh dan fathanah. Dengan sifat-sifatnya tersebut mempermudah Rasulullah dalam menjalankan diplomasinya.

B.     HI Pasca Perang Dingin

Berakhirnya Perang Dingin di awal tahun 1990an telah membawa dampak pada hubungan internasional  Periode Perang Dingin mengubah pola hubungan internasional yang membentuk persekutuan-persekutuan berdasarkan ideologi liberal-kapitalis atau ideologi komunis.. Dengan jatuhnya Uni Soviet di tangan AS, ideologi komunis yang sebelumnya diperintah oleh kediktatoran Marxis runtuh dan kemudian digantikan oleh kebangkitan demokrasi liberal atau kapitalisme yang dibawa oleh AS.

Komunis sebagai sebuah Gerakan internasional pada saat itu juga telah mengalami kemunduran yang cukup besar. Hal tersebut dikarenakan keruntuhan Uni Soviet sebagai negara pelindung Gerakan komunis di seluruh dunia. Walaupun ada beberapa negara komunis yang masih bertahan seperti Cina, Korea Utara, dan Vietnam. Akan tetapi, di negara-negara maju Gerakan komunis telah berubah menjadi kekuatan politik resmi yang lebih menekankan ideologi demokrasi sosialis yang moderat. Salah satu contohnya adalah diterimanya dominasi partai-partai sosialis di negara-negara Eropa.

Runtuhnya rezim komunis di Eropa Timur mengakibatkan adanya pergantian system internasional yang pada awalnya bipolar menjadi unipolar di bawah kepemimpinan AS. Oleh karena itu, banyak negara-negara yang beralih ke dalam perlindungan militer Amerika. Karena kekuatan militer Amerika dinilai paling unggul, baik dalam kekuatan udara, darat, laut, dan juga nuklir.

Dalam sudut pandang ekonomi dan politik, system internasional dikatakan multipolar, bukan unipolar. Meskpiun AS hebat dalam kekuatan ekonomi, tetapi ia bukan satu-satunya. Banyak kekuatan lainnya seperti Uni Eropa, Organisasi Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik, dll. Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa system internasional pasca Perang Dingin mencerminkan campuran antara system unipolar dan multipolar, dimana ada setidaknya lima kekuatan yang mendominasi urusan internasional seperti AS, Eropa, Cina, Jepang, dan Rusia.

Pada periode pasca Perang Dingin juga terjadi fragmentasi negara-negara di dunia. Fragmentasi tersebut terbentuk sebagai upaya untuk menyelamatkan negara masing-masing dengan melakukan pencarian format identitas dan model hubungan internasional pasca Perang Dingin. Fragmentasi negara-negara terbagi menjadi negara-negara Utara dan negara-negara Selatan. Negara-negara Utara adalah negara yang notabenenya terdiri dari negara-negara kolonial. Setelah melakukan kolonialisasi, pasca Perang Dingin mereka mencari model untuk melakukan praktik hubungan internasional. Kemudian negara-negara Utara tersabut berhasil membangun HI melalui konsep power.

Sedangakan negara-negara Selatan adalah negara-negara bekas kolonial yang mayoritas asalah negara-negara islam. Pasca Perang Dingin, negara-negara Selatan mengalami sekularisasi dasar atau identitas negara. Oleh karena itu, negara-negara Selatan kemudian mencoba untuk mencari identitas yang cocok untuk melakukan hubungan internasional. Negara-negara Selatan diantaranya yaitu: Iran, Turki, Mesir, dan Afrika.

C.    Pan-Islamisme

Kehadiran pemikiran dan Gerakan Pan Islamisme dilandasi oleh kesadaran kaum muslim untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam. Secara etimologi, “Pan” sendiri berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “seluruh”. Sedangkan Islamisme berasal dari kata “Islam” dan “Isme”. Islam adalah agama monoteisme (tauhid) yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad (571-632 M), dan isme berarti faham, oleh karena itu Islamisme berarti faham tentang keislaman.

Secara terminologis, dalam Ensiklopedi Islam terbitan Departemen Agama Republik Indonesia pada halaman 79 dan 80, Pan Islamisme memiliki tiga pengertian:

1.    Penentangan secara umum terhadap kolonialisme Barat dengan berbasis Islam dan umat Islam di setiap daerah koloni.

2.    Alat yang digunakan Sultan Turki Utsmani Abdul Hamid II (berkuasa 1876-1909) untuk mempertahankan dan mengembangkan pengaruh kekuasaan Turki Utsmani atas Dunia Islam.

3.    Usaha membangkitkan kembali system kekhalifahan pasca keruntuhan Khilafah Utsmaniyyah pada tahun 1924.

Di Indonesia, pemikiran Pan-Islamisme dilatarbelakangi oleh adanya hubungan antara umat Islam Indonesia dangan negara-negara di Timur Tengah. Hubungan tersebut berawal dalam pelaksanaan ibadah haji. Sejak abad ke-17, kegiatan tersebut mengalami perkembangan dan sebagian jama’ah haji yang telah melaksanakan ibadah haji memutuskan untuk menetap di Makkah guna memperdalam ilmu-ilmu agama Islam. Interaksi yang dilakukan oleh para penuntut ilmu dan ulama yang berasal dari Indonesia inilah yang kemudian melahirkan rasa kebersamaan, persaudaraan, dan persatuan antar sesama muslim. Hal ini juga semakin menguat ketika Kesultanan Turki Utsmani mulai mengembangkan pergerakan Pan-Islamismenya di Hindia-Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

Cipto, B. (2002). Dinamika Hubungan Internasional Pasca Perang Dingin Dan Implikasinya Terhadap Peran Umat Islam Di Indonesia. Tajrih Edisi ke 3, 18.

Harison, E. (2004). The Post-Cold War International System. New York: Routldege.

Kailani. (2013). Islam Dan Hubungan Antarnegara. JIA Nomor 2, 99-118.

KBBI. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Somad, SS. M.Pd., A. (2015). “Pemikiran Dan Pergerakkan Pan Islamisme di Indonesia Pada Awal Abad Ke-20 (Studi Tentang Pergerakan Khilafah Kongres Al-Islam Hindia)”. Jurnal Candrasangkala Vol. 1 No.1, 3.

Yilmaz, M. (2008). “The New World Order” : An Outline of the Post-Cold War Era. Alternatves: Turkish Journal of International Relations Volume 7 Number 4, 44-56.