Hukum Humaniter Internasional

Nah temen-temen, mata kuliah selanjutnya di konsentrasi Keamanan Internasional semester lima adalah Hukum Humaniter Internasional. Hukum Humaniter Internasional adalah seperangkat aturan yang, karena alasan kemanusiaan dibuat untuk membatasi akibat-akibat dari pertikaian senjata. Hukum ini melindungi mereka yang tidak atau tidak lagi terlibat dalam pertikaian, dan membatasi cara-cara dan metode berperang.

Pada materi ini kita akan mempelajari mengenai sejarah, sumber dan dasar HHI, Prinsip-Prinsip HHI, ICC dan Mekanisme HHI, ICRC,  Perlindungan Korban Perang, Kejahatan Perang, Intervensi Kemanusiaan, Perang dan Konflik Bersenjata dalam Islam, Konflik non bersenjata Internasional, dan juga HAM dan Kemanusiaan dalam Islam.

A.    Sejarah Sumber dan Dasar Hukum Humaniter Internasional

Bapak palng merah internasional, Henry Dunant dalam bukunya “A memory of Solferino” menuliskan sejarah terbentuknya HHI bermula dari Arm Race abad ke-19, perang Solferino, adanya kesadaran untuk memanusiawikan perang, societe d’utilite publique, konferensi tidak resmi 1863 (ICRC) dan konvensi jenewa 1864.

Sejarah dunia di dominasi oleh adanya perang, dan hanya sedikit masa damai. Perang merupakan kontak bersenjata yang melibatkan 2 negara atau lebih/ kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar-manusia. Oleh karena itu, HHI muncul karena adanya praktik2 perang yang dianggap merugikan/tidak adil dan sebagai upaya memanusiawikan peperangan.

Konvensi Jenewa beserta protocol tambahannya menjadi sumber dan dasar dari HHI.[1] Yang membahas mengenai;

Konvensi Jenewa I

(1864)

Perbaikan keadaan anggota angkatan bersenjata (militer) yang terluka dan sakit di darat

Konvensi Jenewa II

(1906)

Perbaikan keadaan anggota angkatan bersenjata (militer) yang terluka dan sakit di laut

Konvensi Jenewa III

(1929)

Perlakuan terhadap tawanan perang

Konvensi Jenewa IV

(1949)

Perlindungan sipil pada masa perang

 

Protokol Tambahan I

(1977)

Perlindungan korban konflik bersenjata internasional

Protokol Tambahan II

(1977)

Perlindungan korban konflik bersenjata non-internasional

Protokol Tambahan III

(2005)

Adopsi lambing pembeda tambahan

 

B.     Prinsip-Prinsip HHI

Terdapat 7 prinsip dalam HHI, yaitu; Humanity Principle (Prinsip Kemanusiaan), Necessity Principle (Prinsip Keterpaksaan), Proportionality Principle (Prinsip Proporsionalitas), Distinction Principle (Prinsip Pembedaan), Chivalry Principle (Prinsip Kesatriaan) atau Limitation Principle (Prohibition of Causing Unnecessary Suffering), Separation of Ius Ad Bellum vs Ius In Bello, dan juga Minimum conditions of IHL.[2]

Humanity Principle merupakan ketentuan untuk memberikan bantuan tanpa diskriminasi kepada kombatan maupun penduduk sipil untuk mengurangi penderitaan dimanapun ditemukan. Yang bertujuan untuk melindungi, menjamin penghormatan terhadap manusia dan menjunjung tinggi HAM.

Necessity Principle, Dalam HHI yang dapat menjadi sasaran serangan hanyalah kombatan dan objek militer. Prinsip keterpaksaan memberi pengecualian terhadap sipil, jika: Penduduk sipil memberi kontribusi efektif bagi tindakan militer pihak musuh dan jika Penduduk sipil melakukan penghancuran atau pelucutan terhadap objek.

Proportionality Principle merupakan Prinsip mengenai serangan yang tidak diperbolehkan secara berlebihan dengan diperolehnya keuntungan militer yang nyata dan langsung. Setiap serangan dalam operasi militer harus didahului dengan memastikan bahwa serangan tersebut tidak menyebabkan korban dari pihak sipil yang berlebihan dibandingkan keuntungan militer yang diharapkan langsung dari serangan tersebut.

Distinction Principle merupakan prinsip mengenai Semua yang bukan kombatan adalah golongan civilians  yang harus dilindungi dalam peperangan.

Chivalry Principle atau Limitation Principle yaitu Sebagai aturan dasar yang berkaitan dengan metode dan alat perang. Kejujuran sebagai hal terpenting saat perang, terutama pada penggunaan senjata yang tidak diperkenankan penggunaannya, tipu muslihat, dan melakukan pengkhianatan.

Separation of Ius Ad Bellum vs Ius In Bello merupakan Hukum tentang keabsahan perang dan Hukum yang berlaku pada waktu perang/HHI.

Yang terakhir adalah prinsip Minimum conditions of IHL yaitu prinsip mengenai Orang yang tidak ikut serta dalam pertempuran, harus diperlakukan secara manusiawi tanpa pembedaan. Orang yang tidak ikut serta pertempuran, tidak boleh dikenakan tindakan kekerasan terhadap kehidupannya, martabatnya, dan tidak boleh dieksekusi sebelum ada putusan pengadilan yang sah. Badan kemanusiaan yang netral, boleh menawarkan jasa kepada pihak yang berkonflik. Pihak-pihak berkonflik seharusnya memberlakukan ketentuan HHI melalui perjanjian khusus. Penerapan ketentuan HHI khususnya pada non-international armed conflict, tidak mengubah status hukum para pihak berkonflik

C.    ICC dan Mekanisme HHI

ICC merupakan Pengadilan tetap dan independen pertama yang mampu mengadili setiap orang yang melakukan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional. Jenis-jenis kejaatan perang yang ditangani ICC seperti; Genosida, Kejahatan kemanusian, Kejahatan perang yang disebut agresi.

Lalu, mengapa ICC dibentuk? Karena adanya Victor’s Justice, Selective’s Justice, dan juga Impunity’s Justice. Tujuan Statuta Roma dan ICC adalah untuk; meningkatkan keadilan distributive, memfasilitasi aksi dari korban, pencatatan sejarah, pemaksaan penataan nilai-nilai internasional, memperkuat resistensi individu, pendidikan untuk generasi sekarang dan di masa yang akan datang, dan mencegah penindasan berkelanjutan atas HAM.

Mekanisme HHI adalah dari Hukum Nasional/ Municipal Law menuju Peradilan Ad-Hoc atau sekarang dilakukan dengan cara arbitrase, menuju International Criminal Court (ICC).

D.    ICRC

What Is ICRC? Komite Internasional Palang Merah didirikan pada tahun 1863, ICRC beroperasi di seluruh dunia, membantu orang-orang yang terkena dampak konflik dan kekerasan bersenjata serta mempromosikan undang-undang yang melindungi korban perang. Aksi ICRC didasarkan pada Konvensi Jenewa 1949, Protokol-protokol Tambahan, Anggaran Dasar ICRC dan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, dan resolusi Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. ICRC adalah organisasi yang netral dan mandiri yang bertujuan untuk menjamin perlindungan dan bantuan kemanusiaan bagi korban konflik bersenjata dan situasi kekerasan lain. ICRC melakukan aksi untuk merespon keadaan darurat dan pada saat yang sama mempromosikan penghormatan terhadap hukum humaniter internasional dan implementasinya dalam hukum nasional.

ICRC memiliki tugas berupa; pemberian Bantuan medis, ketahanan ekonomi, kebutuhan sandang pangan. Memastikan pemerintah dan kelompok lain memikul tanggung jawab berdasarkan HHI. Dan Mempromosikan HHI dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Selanjutnya fungsi ICRC  adalah sebagai; Monitoring: melakukan pengamatan dan penilaian terhadap kondisi konflik yang sedang terjadi. Katalisator: diskusi dengan pemerintah dan para ahli untuk menemukan kemungkinan pemecahannya. Promosi: memperkenalkan dan memahamkan individu tentang ketentuan Hukum Humaniter & mengapa ini sangat penting diketahui. Pelindung: mengawasi dan melindungi Hukum Humaniter Internasional agar perang dilaksanakan dengan benar dan damai. Melakukan tindakan nyata: mengingatkan bahwa para pihak yang bersengketa harus tetap memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. danPengawas: pengingat bagi para pihak berkonflik dan masyarakat internasional ketika telah terjadi pelanggaran HHI.[3]

E.     Int’l Armed Conflict & Non-Int’l Armed Conflict

Konflik Bersenjata Internasional/ Perang merupakan kontak bersenjata yang melibatkan 2 negara atau lebih/ kondisi tertinggi dari bentuk konflik antar-manusia. Menurut konfensi Jenewa, ada setidaknya 3 situasi dimana dapat dikatakan sebagai “Konflik Bersenjata Internasional” yaitu; Perang yang yang dilakukan secara sah (dengan deklarasi antara kedua pihak), Peperangan yang diikuti dengan adanya invansi/pendudukan dari pihak musuh, dan Situasi yang menegaskan bahwa dalam situasi peperangan, dimana para pihak yang bersengketa adalah para pihak yang bukan pihak konvensi jenewa.

Beberapa jenis konflik bersenjata internasional adalah Colonila Domination (penjajahan), Alien Occupation (Kependudukan Asing), Racist Regime (Rezim Rasialis), dan juga War of National Liberation (Berperang demi Kemerdekaan).

Sedangkan, Menurut konfensi Jenewa 1949, situasi dapat dikatakan sebagai “Konflik Bersenjata Non-Internasional” apabila: Pihak pemberontak memiliki kekuatan yang terorganisir, dipimpin oleh seorang komandan yang bertanggung jawab terhadap anak buahnya. Dan apabila pemerintah yang sah dipaksa untuk menggerakkan pasukan reguler (angkatan bersenjata) untuk menghadapi pemberontak yang terorganisir dan telah menguasai sebagian wilayah nasional.[4]

Konflik Bersenjata Non-Internasional bisa menjadi Konflik Bersenjata Internasional, apabila: Negara mengakui yang berperang melawan mereka adalah pihak pemberontak (belligerent) sebagai pihak yang bersengketa, Terdapat Negara Asing yang memberi bantuan kepada salah satu pihak dalam konflik internal dengan mengirimkan angkatan bersenjata, Terdapt 2 Negara Asing dengan angkatan bersenjata masing masing yang melakukan intervensi dalam suatu negara yang sedang konflik, dimana angkatan bersenjata tersebut membantu pihak yang berlawanan

F.     International Non-Armed Conflict

Selain Int’l Armed Conflict and Non-Int’l Armed Conflict Ada beberapa konflik yang tergolong atau termasuk dalam kategori international non-armed conflict seperti; perang generasi ke5, perang generasi ke 6, human right violences, dan juga international or global disaster. Masalah seperti  human right violences, dan juga international or global disaster dapat tangani atau ditindak lanjuti oleh HHI akan tetapi ada beberapa masalah seperti [erang generasi ke 5 dan ke 6 tidak bisa di tindak lanjuti oleh HHI karena adanya bias antara politik dan war.

G.    Konflik Bersenjata, HAM dan Kemanusiaan dalam Islam

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

“…janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). QS : Al – An’am 151.

Jadi, menerapkan hukum-hukum yang ada adalah cara dari berbagai alasan untuk mewujudkam sedikit dari suatu perdamaian. Jihad dalam Islam, tidak hanya melalui perang, tetapi juga mencakup jihad ilmu/pendidikan & teknologi, jihad sosial & politik. Hal ini sejalan dengan perkembangan global. Berbeda dengan perang dalam sistem modern yang berdasarkan kepada IHL (Konvensi Jenewa 1-4 & Protokol Tambahan 1-3) dan memiliki tujuan untuk kedaulatan negara. Perang dalam Islam berdasarkan kepada hukum islam (Al-Qur’an & Sunnah) dan tujuannya adalah untuk  dakwah & mencapai rahmatan lil’alamin.

Karakteristik perang dalam islam; bertahan bukan menyerang (karakteristik), untuk melindungi bukan untuk memaksa (kedaulatan), sebagai pamungkas terakhir dalam menyelesaikan konflik (dakwa & diplomasi), menegakkan keadilan dan mengakhiri dzalim, menaklukkan bukan merusak (fathu makkah), rahmatan lil’alamin

Prinsip Perang yang selalu di tekankan oleh Nabi saw. saat berperang yaitu: “Jangan sekali-kali membunuh wanita, anak-anak, orang tua renta, tidak menebangi pepohonan, tidak melakukan pembakaran, menghancurkan tempat tinggal dan membunuh sapi atau kambing, kecuali hanya sekedar menyembelih untuk makanan”

Prinsip kemanusiaan islam adalah hifdz din, hifdz nafs, hifdz aql, hifdz maal, hifdz nasl, dan juga hifdz bi’ah. Dan dalam islam kita diberikan kewasiban dan hak yang sama. Dan apabila kita hendak mendapatkan hak tersebut maka haruslah kita melakukan kewajibannya terlebih dahulu. Sebagaimana firman Allah SWT “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah yang paling takwa.” Surat Al-Hujarat: 13

            Sama seperti matakuliah sebelumnya, pastinya kita selalu diberikan tugas untuk membantu mengasah pemikiran kita. Bedanya dimata kuliah ini, karena konvensi jenewa dan protocol tambahannya merupakan sumber dan dasar dari HHI jadi, kita diwajibkan untuk menghafal pasal-pasal yang ada di dalam konvensi dan protocol tambahan tersebut. Selain itu bentuk UTS dan UAS yang kita jalani bisa berbentuk lisan, tulis dan juga pembuatan makalah ataupun proposal penelitian.

Referensi

ICRC. (n.d.). Sejarah ICRC. Retrieved January 12, 2022, from ICRC : https://blogs.icrc.org/indonesia/tentang-icrc/sejarah/

Saul, B., & Akande, D. (2020). International Humanitarian Law. Oxford: Oxford University Press.

Tsagourias, N., & Morrison, A. (2018). International Humanitarian Law. Cambridge: Cambridge University Press.