Diplomasi Besi atau Iron Diplomacy mungkin masih menjadi istilah yang asing bagi masyarakat umum yang mengikuti isu internasional, terutama eskalasi perang Rusia-Ukraina. Program ini merupakan gagasan baru Ukraina dalam menarik dukungan dari pemimpin dunia untuk Kyiv.
Volodymyr Zelenskyy memang mengupayakan berbagai cara untuk mendapat dukungan global semenjak Rusia memulai operasi militernya di Ukraina. Ia sangat sering muncul dalam berbagai saluran informasi dan menyampaikan narasi tentang perjuangan rakyat Ukraina melawan Rusia dengan gaya bahasa yang emosional.
Selain itu, ada strategi baru Zelensky dalam menarik dukungan dari luar negeri. Strategi ini yang kemudian disebut dengan istilah ‘Diplomasi Besi’.
Diplomasi Besi hakikatnya adalah program yang dirancang oleh kepala Perusahaan Kereta Api Ukraina, Oleksandr Kamyshin selama krisis berlangsung. Kamsyhin melalui perusahaannya menawarkan perlindungan bagi setiap kepala negara yang melakukan kunjungan ke Ukraina dengan menggunakan kereta api.
Delegasi negara asing ini diberangkatkan melalui stasiun di Polandia dengan tujuan akhir Kyiv. Istilah besi sendiri mengacu pada rel kereta yang berbahan dasar materi tersebut.
Ada banyak nama besar yang turut menggunakan jasa diplomasi besi seperti Rishi Sunak (Perdana Menteri Britania Raya), Olaf Scholz (Kanselir Jerman), Joko Widodo (Presiden Indonesia), hingga António Guterres (Sekretaris Jenderal PBB).

Sumber: un.org
Diplomasi Besi dan Latar Belakangnya
Kereta api memang memegang peran vital selama krisis berlangsung. Pasalnya, fasilitas penerbangan banyak yang dilumpuhkan oleh Rusia. Selain itu, adanya aktivitas di langit akan lebih mencolok. Hal ini tentu dikhawatirkan menjadi sasaran misil oleh pihak musuh.
Sebelumnya, Polandia sempat memberi tawaran kepada setiap pihak yang bermaksud melakukan kunjungan namun ditolak oleh Ukraina dengan alasan yang telah disebutkan di atas.
Kereta api sendiri memegang peran penting selama krisis Rusia-Ukraina. Moda transportasi ini menjadi sarana distribusi logistik hingga evakuasi pengungsi.
Adapun perdana menteri Polandia, Republik Ceko, dan Slovenia merupakan yang pertama menggunakan jasa ini. Kemudian, kegiatan ini disusul oleh perwakilan negara lain terutama negara-negara Barat yang berpihak pada Ukraina.
Apa Motif dari Diplomasi Besi?
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apa yang diinginkan Zelenskyy dari program ini? Kemudian, sejauh mana program ini mengakomodasi kepentingan Ukraina?
Jawaban atas pertanyaan pertanyaan terletak pada pola dari semua pendekatan Zelensyky. Yang tersirat dari barbagai narasi yang disampaikan presiden ini adalah bahwa ia ingin membangun empati dari masyarakat internasional terhadap nasib Ukraina selama krisis berlangsung.
Kalangan awam maupun akademisi pun berselisih paham dalam menafsirkan langkah-langkah Zelenskyy. Sebagian mengapresiasinya dan melabeli sebagai pemimpin sejati. Sebagian lain menganggapnya sebagai pemimpin narsistik dan mempertahankan egonya untuk meneruskan perang.
Terlepas dari itu, yang menjadi inti adalah bahwa Zelenskyy hendak menunjukan kepada dunia melalui para pemimpin ini seberapa dahsyat kebrutalan militer Putin atas negaranya. Dengan diplomasi besi, para tokoh dunia ini diajak menyaksikan secara langsung kehancuran yang terjadi di Kyiv.
Zelenskyy juga menunjukan kepada para utusan ini, sebagaimana yang sering ia sampaikan di media, bahwa ia bersama rakyat akan tetap bertahan atas tindakan koersif Rusia.
Hal ini kemudian bermuara kepada kepentingan utama Zelenskyy. Yang menjadi lobi prioritas terutama kepada sekutu Ukraina adalah akses Alutsista.
Zelenskyy ingin menunjukan secara langsung bahwa rakyat Ukraina memiliki kapabilitas dalam pertempuran. Hanya saja mereka tidak cukup dipersenjatai.
Setelah mengetahui motif utama Zelenskyy, yang kemudian perlu dijawab adalah pertanyaan kedua mengenai seberapa efektif program ini.
Seberapa Efektif Langkah Ini?
Beberapa kerjasama memang berhasil ditandatangani melalui diplomasi ini seperti mekanisme bantuan kemanusiaan dari Swiss untuk Ukraina. Begitu pula dengan program Grain from Ukraine di mana Keempat negara yang terdiri dari Belgia, Hungaria, Lituania, dan Polandia bersedia mengekspor gandum dari Ukraina untuk disalurkan ke wilayah dengan bencana kelaparan.
Lalu bagaimana dengan kerjasama keamanan? Sejauh ini Zelenskyy cukup berhasil melobi sekutunya untuk memberi bantuan alutsista ke negaranya.
Contohnya adalah Britania Raya yang memberi amunisi anti-udara sampai dengan Jerman yang mengirim Tank ke Ukraina.
Laporan dari utusan ini sepulang dari kunjungannya kemudian memperkuat persepsi para pengambil keputusan terkait kebijakan luar negeri di tempat asalnya untuk menyetujui permintaan Ukraina.
Potensi Resiko yang Ditimbulkan Diplomasi Besi
Namun, ada sisi lain yang perlu dikritik dari diplomasi besi.
Potensi resiko terbesar adalah keselamatan jasmani dari pihak yang menggunakan jasa diplomasi besi itu sendiri.
Kasus yang pernah terjadi adalah kunjungan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Gouterres. Serangan di lokasi yang sangat dekat dengan posisi di mana ia berada. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai pendekatan koersif Rusia kepada para pihak ini untuk tidak lebih jauh memberi intervensi pada krisis yang terjadi.
Kasus yang sama juga dialami oleh utusan Amerika Serikat yaitu Antony Blinken dan Llyod Austin pada tanggal 24 Februari 2022. Sebuah serangan balistik dilancarkan ke stasiun yang seharusnya dilewati oleh rombongan ini.
Mereka selamat karena pada saat yang sama kereta sedang melakukan transit di stasiun sebelum lokasi kejadian.
Pihak perusahaan kereta api Ukraina sendiri mengklaim bahwa mereka merahasiakan detail perjalanan. Namun, informasi seringkali terlebih dahulu bocor. Kesalahan ini tentu membahayakan penumpang yang hendak menuju ke Kyiv.
Rusia sendiri sudah mengeluarkan alarm peringatan terkait masuknya representasi negara asing ke Ukraina. Hal ini tentu menjadikan keamanan program diplomasi besi yang ditawarka Ukraina semakin rumit.
Oleh karena itu, efesiensi diplomasi besi perlu dipertanyakan kembali. Terlebih lagi, diplomasi ini belum menjadi jembatan damai untuk Rusia-Ukraina. Sebaliknya, keputusan-keputusan yang dihasilkan setelah diplomasi ini justru membawa eskalasi perang yang semakin kompleks.
(Penulis: Arif Nuru Rohman Kholid, HI ’19)
Baca juga judul menarik lainnya!
Membaca Rusia lewat ‘Teori Peradaban Rusia’
Gempa Suriah, Nestapa di Tengah Konflik dan Sanksi Internasional